Sejarah FCJM di Indonesia (tahun 1930-2024: 94 tahun)

Misionaris FCJM Belanda menempuh perjalanan panjang menuju Indonesia

Kehadiran FCJM di Indonesia bermula dari karya misi para suster FCJM Belanda. Saat itu, banyak pihak yang mengapresiasi karya kesehatan yang ditangani oleh para suster FCJM di Provinsi Belanda. Hal positif tersebut tercium sampai ke Indonesia, sehingga para misionaris Belanda yang berada di Indonesia memilih mereka untuk mengembangkan sayap pewartaan di Indonesia. Ada lima pionir terpilih untuk memulai karya misi yaitu Sr. M. Bernarde Vollmer, Sr. M. Guidona Sasse, Sr. M. Girvinia Verwey, Sr. M. Magdala Leliveld dan Sr. M. Tarcissa Nugter. Mereka memeriksa kesehatan dan mempersiapkan diri dengan baik.

Pada Minggu, 18 Mei 1930, kelima suster tersebut berangkat dari pelabuhan Genua bersama beberapa iman, bruder, dan suster lainnya. Mereka tiba di Pelabuhan Belawan pada 3 Juni 1930 dalam keadaan sehat dan gembira. Pastor Hutzes sebagai Pastor Paroki di Tanjung Balai menjemput dan mengantar mereka ke Tanjung Balai dan bermalam di rumah Suster Van Dongen (SFD). Tepat pada 4 Juni 1930, mereka tiba di Tanjung Balai. Sejak saat itu, lima misionaris tersebut mengukir sejarah penting bagi FCJM. Mereka menancapkan panji Kongregasi FCJM di Indonesia, tepatnya di Tanjung Balai, Sumatera Utara.

Kelima misionaris tersebut disambut baik oleh umat dan masyarakat setempat. Mereka mengawali tugas pelayanan pendidikan dengan bekerjasama dengan banyak pihak seperti para suster Van Dongen, para pastor, dan masyarakat setempat. Meskipun dalam proses adaptasi cuaca, bahasa, makanan, dan lingkungan yang tidak mudah, tetapi semangat mereka terus menyala. Jumlah anak didik di sekolah yang mereka tangani terus bertambah.

Karya kesehatan para suster misionaris FCJM Pertama (Belanda) di Balige

Karya pelayanan merambah ke Balige pada 30 Mei 1938 oleh empat orang Suster misionaris dari Belanda. Mereka membuka karya kesehatan keliling bagi orang sakit. Penyakit yang banyak diderita saat itu adalah disentri, malaria, cacing tambang, penyakit mata, dan kudis. Banyak orang yang berobat kepada Suster karena keramahan dan kelemahlembutan mereka. Mereka juga melayani orang sakit di “rumah obat” yaitu salah satu kamar di Susteran yang digunakan untuk tempat berobat. Melihat semakin hari pasien yang datang berobat semakin banyak, maka dibangun poliklinik sederhana Balai Pengobatan “St. Katarina” di Balige.

Para suster FCJM Pribumi (Indonesia) menanganai karya kesehatan

Dari Tanjung Balai dan Balige, karya pelayanan yang ditanamkan oleh misionaris Belanda bertumbuh subur. Tangan-tangan para suster tersebut sungguh terberkati, sehingga perlahan-lahan FCJM berkembang mulai dari karya pelayanan hingga panggilan. Sebagai misionaris, para suster FCJM Belanda menjadi ibu yang setia mendampingi, membimbing, dan membina anak misinya di Indonesia. Mereka memperhatikan dengan seksama segala kebutuhan untuk para suster Indonesia. Para misionaris tersebut menjadi cermin bagi umat setempat yang mewariskan spiritualitas pendiri, Muder Clara Pfaender. Perlahan-lahan tetapi pasti, pemudi tertarik bergabung dalam perahu FCJM.

Apabila menilik sejarah, ada banyak kesulitan yang dialami oleh para misionaris di tanah air Indonesia, tetapi keringat dan kerja keras mereka berbuah manis. Cinta dan kebaikan yang mereka tanamkan berbuah limpah bagi Gereja, Kongregasi, dan masyarakat. Hal tersebut terbukti dari kokohnya panji FCJM yang mereka tuntun hingga  saat ini, sudah berusia 94 tahun.

Anak didik yang dibina para suster FCJM

Di usia yang tidak muda itu, FCJM sudah dikenal luas di berbagai wilayah Indonesia mulai dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa, hingga Nusa Tenggara Timur. Menariknya lagi, Indonesia telah memulai karya misi di Timor Leste dan Suriname. Di Indonesia,  terdapat 315 anggota FCJM yang tersebar dalam 43 komunitas FCJM yang menangani karya pendidikan di sekolah-sekolah katolik, pembinaan, rumah sakit, klinik, panti asuhan, panti wreda, pusat rehabilitasi, pastoral asrama dan gereja, dan karya sosial lainnya. Di Timor Leste terdapat tujuh komunitas FCJM yang menangani karya pembinaan, pendidikan, kesehatan, pembinaan, pastoral, dan sosial. Hingga saat ini, ada 41 orang anggota FCJM dari wilayah Timor Leste. Para suster juga terlibat aktif berkarya di lembaga lain seperti Keuskupan, Caritas, Paroki, dan Gereja. Karya-karya tersebut disesuikan dengan kebutuhan zaman dan wilayah setempat. Sementara itu, sejak dua tahun lalu ada dua suster misionaris memulai karya pastoral di Suriname, Amerika Selatan.

Sejak awal hingga saat ini, karya pelayanan tersebut berjalan dengan lancar karena dukungan Kongregasi FCJM dari berbagai negara terutama dari Belanda, Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat. Para suster Indonesia mendapat banyak bantuan dalam hal pengembangan hidup rohani, spiritualitas, kepemimpinan, pembinaan, materi, dan banyak hal. Dapat dikatakan bahwa perkembangan FCJM Indonesia merupakan hasil kerja keras semua pihak FCJM secara Internasional.

Keterikatan dan rasa persaudaraan yang erat nampak jelas dari Kongregasi FCJM, walaupun tersebar di berbagai negara. Mereka bekerja sama dalam menangani karya pelayanan dalam berbagai bidang seperti pendidikan di Malawi, Afrika (Suster FCJM Indonesia dan Jerman), bidang sosial (Suster Junior menjadi volunter di Jerman), dan beberapa suster dari berbagai negara di komunitas Generalat Roma menangani tugas kepemimpinan FCJM secara internasional. Mereka juga memperhatikan dan mendukung para suster Indonesia dengan memberikan kesempatan untuk mengembangkan bahasa di Amerika Serikat dan Belanda.